Tagarsurabaya.com – Donasi Aksi Cepat Tanggap (ACT) ramai menjadi sorotan. ACT sendiri mengakui bahwa mengambil 13,5 % dari donasi untuk menggaji pegawai.

“Kami sampaikan bahwa kami rata-rata operasional untuk gaji karyawan atau pegawai di ACT dari 2017-2021 rata-rata yang kami ambil 13,7 persen. Kepatutannya gimana? Seberapa banyak kepatutan untuk lembaga mengambil untuk dana operasional?” ujar Ibnu dalam konferensi pers, Senin (4/7/2022).

“Kalau teman mempelajari, dalam konteks lembaga zakat, karena dana yang dihimpun adalah dana zakat. Secara syariat dibolehkan diambil secara syariat 1/8 atau 12,5 persen. Sebenarnya patokan ini yang dijadikan sebagai patokan kami, karena secara umum tidak ada patokan khusus sebenarnya berapa yang boleh diambil untuk operasional lembaga,” sambung dia.

Sebut Bukan Lembaga Zakat

Lalu bagaimana ACT bisa mengambil 13,7 persen donasi? Ibnu mengatakan ACT bukan mengelola donasi sebagai lembaga zakat. ACT, katanya, adalah donasi umum hingga CSR.

“Kalau alokasi zakatnya sebagai amil zakat adalah 1/8 atau 12,5 persen. Kenapa sampai ada lebih? Karena yang kami kelola, ACT bukan lembaga zakat, apalagi ACT yang dikelola sebagian besar adalah donasi umum,” ucapnya.

“Ada dari donasi umum masyarakat, CSR, sedekah umum atau infak, sebagian dari kerja sama alokasi amanah-amanah zakat, jadi kami mengalokasikan untuk kebutuhan program. Karena kami, cabang kami ada 78 cabang di Indonesia dan kiprah kami lebih 47 di global. Maka diperlukan dana operasional untuk divisi bantuan lebih banyak sehingga kami ambilkan sebagian dari dana non-zakat yang dari infak sedekah atau donasi umum. Sehingga semestinya patokannya bukan fasilitasnya apa atau fasilitasnya apa. Apalagi sejak Januari telah terjadi pemotongan signifikan yang kami lakukan,” kata dia.

Soal Gaji Petinggi ACT

Mengenai beredar info gaji petinggi ACT yang nominalnya hingga Rp 250 juta, Ibnu juga memberikan penjelasan. Dia menyebut angka yang beredar baru sebatas perencanaan untuk tahun 2021.

“Beberapa angka yang sempat beredar di publik, sebenarnya angka yang menjadi rencana di 2021, dan itu belum bisa dijalankan. Kalau nggak salah cuma 1 bulan dijalankan. Setelah itu di tahun kedua pandemi kondisi ekonomi kita turun signifikan dan filantropi kita belum bertumbuh signifikan sehingga kami melakukan banyak perubahan hampir 4-5 kali. Struktur penggajian di 2021 menyesuaikan dengan dana filantropi,” kata Ibnu.

Indikasi Transaksi Menyimpang

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) turun tangan terkait polemik ACT ini. PPATK menganalisis aliran dana ACT. Sebagian hasil analisis sudah diserahkan ke aparat penegak hukum.

“Iya kami sudah proses sejak lama dan sudah ada hasil analisis yang kami sampaikan kepada aparat penegak hukum,” kata Ketua PPATK Ivan, kepada wartawan, Senin (4/7).

Ivan menuturkan, dari hasil analisis sementara, teridentifikasi ada penyalahgunaan dana terkait aktivitas terlarang. Dia mengatakan hasil analisis sudah diserahkan ke Densus 88 dan BNPT.

“Transaksi mengindikasikan demikian (penyalahgunaan). Indikasi kepentingan pribadi dan terkait dengan dugaan aktivitas terlarang. Ke Densus, BNPT ya (laporan diserahkan),” tuturnya.

Bantahan ACT soal Isu Terorisme
Temuan PPATK itu direspons oleh ACT. Presiden ACT Ibnu Khajar membantah adanya aliran dana ke terorisme.

“Dana yang disebut sebagai dana teroris itu dana yang mana? Jadi kalau dialokasikan dana teroris itu dana yang mana? Kami sampaikan ini supaya lebih lugas karena kami tidak pernah berurusan dengan teroris,” ujar Ibnu dalam konferensi pers, Senin (4/7).

Dia mengaku heran terkait isu aliran dana ke terorisme. Ibnu menyebut ACT sering mengundang beberapa Kementerian dan Lembaga dalam pelaksanaan sejumlah program filantropinya.

“Kami diundang, kami datang. Kalau ACT dianggap radikal macam-macam misalnya sempat ada isu seperti itu kami malah sebenarnya bingung karena kami setiap program kami lakukan setiap undang entitas apakah gubernur, bupati, atau menteri hadir atau bantuan pangan yang seribu ton itu dilakukan di depan Mabes TNI, kita gunakan kerjasama waktu itu dengan Pangdam Jaya untuk distribusi bantuan dengan bagus,” jelas dia.

ACT, lanjut Ibnu, pernah memberikan bantuan ke korban Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Namun hal itu sebagai bentuk kemanusiaan. Ibnu mengatakan penyaluran dana kemanusiaan tidak bisa tebang pilih.

“Lalu soal dana ke Suriah, gini teman-teman, apakah ACT siapkan bantuan kepada pemerintah yang Syiah atau kepada pemberontak yang ISIS? Kami sampaikan kemanusiaan itu tidak boleh menanyakan tentang siapa yang kami bantu, agamanya apa, nggak penting. Jadi yang kami tahu ada orang tua yang sakit, ada anak-anak yang terlantar, korban perang kami terima di pengungsian di Turki, kami berikan bantuan pangan medis, dan kami tidak pernah bertanya mereka Syiah atau ISIS nggak penting buat kami, karena keluarga keluarga ini orang-orang jompo yang perlu kami bantu, mereka korban perang, jadi ini prinsip kemanusiaan, jadi kalau dibawa ke mana-mana kami jujur aja sering bingung, sebenarnya dana yang ke teroris itu dana yang ke mana?” kata Ibnu.

Temuan Sementara BNPT
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah menerima data dari PPATK terkait aliran dana Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang diduga mengalir ke aktivitas terlarang. BNPT menegaskan bahwa ACT belum masuk Daftar Terduga Terorisme atau Organisasi Terorisme (DTTOT).

“Saat ini memang ACT belum masuk dalam Daftar Terduga Terorisme atau Organisasi Terorisme (DTTOT) sehingga membutuhkan pendalaman dan koordinasi dengan stakeholder terkait dalam menentukan konstruksi hukumnya,” kata Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Ahmad Nurwakhid kepada wartawan, Selasa (5/7).

Nurwakhid mengatakan data aliran dana yang diterima dari PPATK merupakan data intelijen yang perlu dikaji terlebih dahulu. Kajian tersebut yakni untuk memastikan soal dugaan pendaan terorisme.

“Pada prinsipnya data yang disampaikan PPATK kepada BNPT dan Densus 88 tentang kasus ACT merupakan data intelijen terkait transaksi yang mencurigakan sehingga memerlukan kajian dan pendalaman lebih lanjut untuk memastikan keterkaitan dengan pendanaan terorisme,” katanya.

“Jika aktivitas aliran dana yang mencurigakan tersebut terbukti mengarah pada pendanaan terorisme tentu akan dilakukan upaya hukum oleh Densus 88 Antiteror Polri. Jikalau tidak, maka dikoordinasikan aparat penegak hukum terkait tindak pidana lainnya,” tambahnya.

By fey

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *