Tagarsurabaya.com – Penjelasan Mabes Polri terkait tewasnya Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat tidak menjernihkan situasi malah menunjukkan banyaknya kejanggalan. Khususnya berkaitan dengan kronologi peristiwa hingga luka mencurigakan yang dialami korban.
Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso menilai sudah sepatutnya Kapolri Listyo Sigit Prabowo membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) untuk mengungkap kasus saling tembak polisi di rumah dinas jenderal Polri ini. Apalagi sudah muncul banyak spekulasi terkait motif tewasnya Yosua atau disebut Polri, Brigadir J, akibat timah panas yang dilesatkan Bharada E selaku pengawal pribadi (aide de camp/Adc) Kadiv Propam Polri.
“Konferensi pers Mabes Polri soal penembakan tersebut banyak kejanggalannya. Lebih baik dibentuk TGPF untuk menyelesaikan penanganan kasus itu agar terungkap secara menyeluruh dan tidak menimbulkan spekulasi atau fitnah,” kata Sugeng, di Jakarta, Senin (11/7/2022).
Sugeng tidak melihat anggota Polri berpangkat Bharada E boleh memegang senjata sebagai kejanggalan. Dia menilai kejanggalan yang paling kentara dari kasus penembakan ini terlihat dari kronologi versi Polri yang disampaikan Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan yakni, peristiwa saling tembak terjadi dari kamar bawah tempat istri Kadiv Propam, Putri Ferdy Sambo, ditodong senjata oleh korban, dengan Bharada E yang berada di lantai dua rumah dinas.
“Bayangkan menembak dari atas, ada 12 peluru yang keluar, dari senjata Bharada E dilesatkan lima proyektil dan kena semua. Sementara posisi korban satu ruangan dengan istri Kadiv Propam yang tidak terluka sedikitpun,” tuturnya.
Dia juga menyoroti luka-luka akibat pantulan peluru (rikoset) yang mengakibatkan wajah maupun badan korban terluka seperti tersayat sebagaimana versi Polri. Sugeng menyebut, proyektil rikoset tetap tembus pada bagian tubuh dan tidak menimbulkan luka seperti tersayat.
“Kalau Ramadhan mengatakan ada hasil visum harusnya diungkap visumnya seperti apa, apakah visum bedah mayat forensik atau bagaimana ini, janggal sekali,” tuturnya.
Sugeng juga meragukan korban yang bertugas menjadi sopir istri Kadiv Propam mengalami lima tembakan akurat dari posisi yang tidak ideal. Bharada E menembak dari lantai dua dengan ketinggian sekitar 10 meter dan lima peluru bisa mengenai korban. Dalih polisi, pelaku berada dalam posisi menguntungkan karena bisa berlindung dari balik dinding.
Menurutnya, perlu diuji apakah peluru yang bersarang di tubuh korban berasal dari lantai dua rumah dinas Sambo. Dia juga menilai, apabila seseorang sudah terkena satu hingga dua tembakan pastilah orang itu akan jatuh terkapar. Apabila peluru yang bersarang lebih dari dua proyektil maka terdapat faktor lain.
“Kalau sampai empat peluru atau lima ini brutal sekali. Apalagi ada luka sayatan juga,” ujarnya.
Dia menyarankan Kapolri Sigit untuk segera membentuk TGPF agar kasus ini bisa diungkap secara menyeluruh. Namun Sigit perlu menonaktifkan Sambo sementara tim bertugas mencari fakta.
“Jangan lupa jari korban itu terputus. Visum harusnya dibuka saja supaya clear, dan apabila ada luka sayatan dan tembakan maka ada faktor kebencian dalam kasus ini. Tanpa mengurangi rasa empati bagi keluarga korban, saya harap mereka juga mau bersuara, namun Kapolri sebaiknya membentuk TGPF dan menonaktifkan Sambo,” ujar Sugeng.
[…] Tagarsurabaya.com – Keluarga Brigadir J atau Brigadir Yoshua tidak menerima dengan banyaknya pemberitaan yang memojokkan posisi mendiang Nofriansyah Yoshua Hutabarat pada peristiwa baku tembak di rumah Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo. […]
[…] – Mabes Polri menyatakan Irjen Ferdy Sambo tidak lagi menjabat sebagai Kepala Satgassus Polri sejak dinonaktifkan […]