Tagarsurabaya.com – Hubungan China dan Rusia makin akrab saja. Dua pemimpin negara tersebut bakal bertemu tatap muka minggu ini. Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin bakal melakukan pertemuan untuk pertama kalinya sejak invasi Rusia ke Ukraina.
Selain karena letaknya berdekatan, dua negara selama ini memang sudah akrab dan saling melengkapi. Xi Jinping dan Putin pun sudah mendeklarasikan persahabatan mereka bagaikan tidak ada batasnya pada bulan Februari kemarin, pada gelaran Olimpiade Musim Dingin di Beijing.
Rusia dengan posisi tertekan setelah diserang banyak sanksi sana sini telah mengincar hubungan yang lebih dekat dengan China. Rusia saat ini digempur gelombang sanksi oleh negara Eropa dan Amerika Serikat imbas dari invasi ke Ukraina.
Meski sangat berhati-hati, China sendiri membuka diri untuk menerima jabat tangan hangat yang diberikan Rusia. XiJinping memang tidak akan secara blak-blakan memberikan dukungan langsung di tengah gempuran sanksi Rusia, Xi tidak akan mengorbankan kepentingan ekonomi China demi menyelamatkan Rusia.
Hanya saja, beberapa bukti menunjukkan China tetap memberikan dukungan ke Rusia secara tidak langsung. Khususnya, pada sektor ekonomi dan perdagangan. Nggak percaya? Ini buktinya seperti dilansir dari CNN, Jumat (16/9/2022).
Hubungan Ekspor Impor Meningkat
Hubungan perdagangan kedua negara nampak sedang booming. Keduanya saling melengkapi, di satu sisi Rusia sedang mati-matian mencari pasar baru untuk beragam komoditasnya, di sisi lain China tak mau ketinggalan berebut komoditas Rusia yang dijual murah-murah.
Perdagangan barang bilateral berada pada tingkat rekor karena China mengambil minyak dan batu bara untuk mengatasi krisis energi.
Secara statistik, besaran belanja China untuk barang-barang Rusia melonjak 60% pada Agustus 2022. Sementara itu, belanja Rusia pada barang-barang dari China juga melonjak 26%.
Selama delapan bulan pertama tahun ini, total perdagangan barang antara China dan Rusia melonjak 31% menjadi US$ 117,2 miliar. Jumlah itu sudah 80% dari total perdagangan di tahun lalu, besar kemungkinan di akhir tahun jumlah perdagangan akan naik 100% lebih.
“Rusia membutuhkan China lebih dari China membutuhkan Rusia. Ketika perang di Ukraina berlarut-larut, Putin kehilangan teman dengan cepat dan semakin bergantung pada China,” kata Keith Krach, mantan Wakil Menteri Luar Negeri untuk Pertumbuhan Ekonomi, Energi dan Lingkungan di Amerika Serikat.
China sendiri sudah menjadi mitra dagang tunggal terbesar Rusia sebelum perang, dan menyumbang 16% dari total perdagangan luar negerinya.
Bank sentral Rusia sendirian sudah berhenti menerbitkan data perdagangan terperinci ketika perang di Ukraina dimulai. Tetapi Bruegel, sebuah lembaga think tank ekonomi Eropa, memperkirakan China menyumbang sekitar 24% dari ekspor Rusia pada bulan Juni.
“Perdagangan China-Rusia sedang booming karena China mengambil keuntungan dari krisis Ukraina untuk membeli energi Rusia dengan harga diskon dan menggantikan perusahaan-perusahaan Barat yang telah keluar dari pasar,” kata Neil Thomas, analis senior China di Eurasia Group.
Rusia pun sudah menggantikan Arab Saudi pada Mei sebagai pemasok utama minyak ke China. Moskow telah mempertahankan posisi teratas itu selama tiga bulan berturut-turut hingga Juli. Impor batubara China juga meningkat dari Rusia, jumlahnya mencapai level tertinggi dalam lima tahun sebesar 7,42 juta metrik ton pada bulan Juli.
Penggunaan Yuan Meningkat di Rusia
Permintaan mata uang Yuan China melonjak di Rusia. Sanksi Barat sebagian besar memotong Moskow dari sistem keuangan global dan membatasi aksesnya ke Dolar dan Euro.
Datanya, perdagangan Yuan di bursa saham Moskow berjumlah 20% dari total volume perdagangan mata uang utama pada Juli. Jumlahnya naik sekitar 0,5% pada Januari.
Volume perdagangan harian dalam nilai tukar Yuan-Rubel juga mencapai rekor baru bulan lalu, melampaui perdagangan Dolar-Rubel untuk pertama kalinya dalam sejarah.
Perusahaan dan bank Rusia juga semakin beralih ke Yuan untuk pembayaran internasional. Pekan lalu, Gazprom Rusia mengatakan akan mulai menagih China dalam Yuan dan Rubel untuk pasokan gas alam, sementara bank VTB Rusia mengatakan akan meluncurkan transfer uang ke China dalam Yuan.
Produk China Gantikan Barat
Perusahaan China juga mengambil keuntungan dari eksodus merek Barat dari Rusia. Smartphone China menyumbang dua pertiga dari semua penjualan ponsel baru di Rusia antara April dan Juni. Data tersebut dicatat oleh ritel elektronik top Rusia M.Video-Eldorado.
Total pangsa ponsel China di Rusia terus meningkat dari 50% pada kuartal pertama, menjadi 60% pada bulan April. Kemudian jumlahnya makin meningkat menjadi lebih dari 70% pada bulan Juni.
Xiaomi adalah pembuat smartphone terlaris di Rusia pada bulan Juli. Merek tersebut telah memegang 42% pasar Rusia untuk handphone pintar.
Sementara itu, Samsung yang pernah menjadi pemimpin pasar handphone di Rusia, hanya menguasai 8,5% pasar di bulan Juli. Kemudian, Apple hanya memegang 7%.
Samsung dan Apple sejatinya telah menguasai hampir setengah dari pasar Rusia sebelum invasi Ukraina, tetapi mereka mulai menangguhkan penjualan produk baru di negara itu setelah perang dimulai.
Selain ponsel, mobil-mobil China juga membanjiri Rusia. Mobil penumpang dari pabrikan China menyumbang hampir 26% dari pasar Rusia pada Agustus, itu menjadi rekor tertinggi penguasaan pasar bagi mobil China di Rusia. Pemain otomotif global utama, termasuk Ford dan Toyota, telah mundur dari Rusia tahun ini.