Tagarsurabaya.com – Fitnah merupakan dosa besar dalam ajaran Islam. Dalam Alquran disebutkan bahwa fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Bahkan, Alquran juga mengabadikan dahysatnya fitnah yang pernah terjadi di dunia ini.
Dalam buku “Jihad Melawan Relegious Hate Speech”, Prof Nasaruddin Umar menjelaskan, dahsyatnya fitnah yang diabadikan dalam Alquran ada dua kasus. Pertama, yaitu fitnah para pembesar Mesir yang menjebak Nabi Yusuf berduaan dengan seorang perempuan keluarga kerajaan.
Kedua, yaitu fitnah yang dilontarkan oleh Abdulah bin Ubai bin Abi Salul terhadap Aisyah bersama dengan seorang prajurit. “Kedua fitnah ini temanya sama, bermaksud menjatuhkan orang bersih dengan cara keji,” kata Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta ini.
Namun, lanjut dia, tipu daya itu gagal karena Allah Swt selalu berada di pihak yan bersih dan terdzolimi, sebagaimana dijelaskan dalam ayat Alquran, yang artinya:
“Katakanlah: Allah lebih cepat pembalasannya (atas tipu daya itu). Sesungguhnya malaikat Kami menuliskan tipu dayamu.” (QS. Yunus [10]: 21)
Prof. Nasaruddin mengatakan, kata fitnah memang tidak pernah menjadi istilah yang positif dalam Islam dan juga di dalam budaya luhur bangsa Indonesia. Dalam Alquran lebih tegas menyatakan bahwa:
“Dan fitnah lebih sadis daripada pembunuhan.” (QS. Al-Baqarah [2]: 291). Dalam redaksi lain, Alquran juga mengungkapkan: “Dan Fitnah lebih besar daripada pembunuhan.” (QS. Al-Baqarah [2]: 217).
Menurut Prof Nasaruddin, wajar jika fitnah dikenakan sanksi berat dan benar apa yang dikatakan dalam Alquran bahwa fitnah lebih kejam dari pembunuhan. Karena, menurut dia, jika orang dibunuh hanya merasakan sekali mati, tetapi jka orang difitnah bisa merasakan berkali-kali mati.
Di Indonesia sendiri, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 390 telah mengatur ancaman bagi pelaku penebar fitnah. Begitu pula dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) pasal 28 ayat 1.
“Bagi seorang muslim yang baik, peringatan dan ancaman terhadap pelaku penebar fitnah, baik bersumber dari Alquran maupun hukum positif negara kita, adalah sesuatu yang harus dipatuhi,” jelas Prof Nasaruddin.