Tagarsurabaya.com – Katekisasi Terbuka bersama Mochammad Syamsul Hadi. Seseorang yang sudah baptis anak lalu kemudian untuk mengeklaim kedewasaan imannya harus dengan Katekisasi. Katekisasi merupakan semacam kelas pengajaran atau sederhananya disebut diklat.
Katekisasi berlangsung selama sembilan bulan lamanya, setiap minggu dan pertemuannya satu minggu sekali serta pengajaran yang diajarkan adalah materi kristen. Mengajak anak-anak supaya tau prinsip pengajaran kristiani, setelah itu baptis dewasa yang jika sedari kecil belum baptis maka akan di baptis dewasa.
“Kelas Katekisasi sendiri jelas mengajarkan prinsip – prinsip iman kristen, tetapi setiap tahunnya membuka ruang untuk sesi khusus yang di sebut katekisasi terbuka yang mirip dengan kuliah terbuka.” Ujar pendeta Yoses.
Mochammad Syamsul Hadi seorang wiraswasta alumni UNESA tersebut menjadi pembicara dalam acara Katekisasi Terbuka III GKI Sidoarjo. Beliau pernah bergabung dengan beberapa organisasi yaitu Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia dan terlibat untuk Komite Nasional Pemuda Indonesia sebagai wakil bendahara, serta organisasi Gerakan Pancasila.
Syamsul Hadi menyampaikan ada beberapa tujuan secara general dan manfaat dari kegiatan gotong royong yang sejak dulu sudah ada. Ia juga sempat menyinggung tentang pemikiran Soekarno mengenai konsep Trisila dan Ekasila. Selain itu menegaskan bahwa Pancasila versi Soekarno itu ada 5 poin yang disampaikan pada saat sidang BPUPKI 1 Juni 1945.
“Jangan sampai menjadi candu atau berlebihan dalam memahami agama, Apapun harus saling menggunakan akal pikiran sehat. Ketika pemahaman Pancasila secara utuh, statement Ahok yang dipelintir oleh kubu yang tidak senang itu sebenarnya tidak jadi masalah”. kata Syamsul Hadi.
Dalam acara tersebut, Syamsul Hadi juga mebahas mengenai dasar dari pancasila secara paradigmatik yaitu gotongroyong. Bahkan dijelaskan juga beberapa hambatan dan tantangan gotong royong. Pola kebiasaan buruk bisa dirubah jika berawal dari diri sendiri dan niat.
Seiring berjalannya waktu, konsep gotong royong yang menjadi nilai luhur dari bangsa Indonesia kadang tak di hayati sepenuhnya.