Tagarsurabaya.com – Setelah mencatat penguatan 3 hari beruntun, rupiah melemah lagi melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (7/10/2022). Indeks dolar AS yang kembali menguat, serta risiko dunia mengalami resesi yang panjang membuat rupiah tertekan.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,16% ke Rp 15.210/US$. Depresiasi bertambah menjadi 0,33% menjadi Rp 15.235/US$ pada pukul 9:06 WIB.
Bursa saham Eropa dan AS (Wall Street) yang kembali melemah pada perdagangan Kamis waktu setempat membawa bursa Asia masuk ke zona merah hari ini. Artinya, sentimen pelaku pasar kembali memburuk, dolar AS pun kembali diuntungkan karena menyandang status safe haven.
Indeks dolar AS dalam dua hari terakhir melesat sekitar 2%.
Pasar kembali cemas akan terjadinya resesi yang panjang setelah Negara Pengekspor Minyak Mentah (OPEC) begitu juga Rusia dan beberapa lainnya yang disebut OPEC+ yang memangkas produksinya sebesar 2 juta barel per hari.
Dunia saat ini sedang menghadapi masalah inflasi tinggi yang bisa membawa ke resesi hingga stagflasi, dunia bakal kacau balau.
Salah satu penyebab tingginya inflasi yakni harga energi yang mahal akibat tingginya harga minyak mentah, gas alam hingga batu bara.
Kartel OPEC+ yang memangkas produksinya tentunya membuat harga minyak mentah yang sebelumnya sudah menurun berbalik menanjak lagi.
Goldman Sachs pun menaikkan perkiraan harga minyaknya untuk tahun ini dan 2023, pengurangan produksi yang disepakati oleh produsen OPEC+ menjadikan harga minyak “sangat bullish” untuk ke depan.
Bank investasi asal Amerika Serikat tersebut menaikkan perkiraan harga Brent 2022 menjadi US$104 per barel dari US$99 per barel dan perkiraan 2023 menjadi US$110 per barel dari $ US108 per barel.
Pada perdagangan Jumat (7/10/2022), Brent diperdagangkan di kisaran US$ 94 per barel.
Dengan harga minyak mentah yang akan meninggi, inflasi berisiko masih berada di level tinggi dalam waktu yang lama, dunia bisa kacau balau. Isu long recession sudah diungkapkan sejak pertengahan tahun lalu.
“Kabar baiknya ada batas seberapa parah resesi akan terjadi. Kabar buruknya resesi akan terjadi dalam waktu yang panjang,” kata Robert Dent, ekonom senior di Nomura Securities, Juli lalu.