Tagarsurabaya.com – Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito menolak bertanggung jawab atas peredaran obat sirup yang diduga menjadi penyebab kasus gagal ginjal akut pada anak. Dia menyatakan BPOM telah bekerja sesuai dengan prosedur.
Penny menyatakan bahwa pihak yang mendesak BPOM bertanggung jawab tak mengerti soal prosedur dalam pengawasan produk obat-obatan.
“Mereka tidak memahami proses jalur masuknya, bahan baku, pembuatan di mana, peran-peran siapa,” kata Penny dalam konferensi pers Kamis, 27 Oktober 2022.
Desakan agar BPOM dan Kementerian Kesehatan bertanggung jawab
Sebelumnya sejumlah pihak mendesak BPOM dan Kementerian Kesehatan untuk bertanggung jawab atas beredarnya obat sirup yang diduga menyebabkan kasus gagal ginjal akut pada anak. Ketua Komunitas Konsumen Indonesia David Tobing misalnya, menilai kedua lembaga itu lalai karena obat yang memiliki bahan berhaya Etilen Glikol (EG), Dietilen Glikol (DEG) dan Etilen Glikol Butil Eter (EGBE) bisa beredar dan dikonsumsi oleh masyarakat.
David menilai BPOM gagal melakukan pengawasan pre-market dan post-market atau sebelum dan sesudah obat-obatan itu berada di pasar. Padahal, dalam Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 huruf d Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan sudah sangat jelas diatur bahwa BPOM bertanggung jawab menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan, serta menyelenggarakan fungsi pelaksanaan pengawasan sebelum beredar dan pengawasan selama beredar.
BPOM sudah bekerja sesuai standar Farmakope
Penny menjelaskan bahwa pihaknya selama ini sudah menjalankan tugas sesuai dengan panduan standar obat Farmakope yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan. Karena itu, BPOM tidak memiliki kewajiban mengawasi produk jadi obat-obatan. Maka, agar pengawasan lebih baik, BPOM meminta Kementerian Kesehatan merevisi Farmakope.
“Jadi, jangan minta tanggung jawab kepada Badan POM karena Badan POM sudah melakukan tugas sebaik-baiknya,” kata Penny.
5 obat sirup yang disebut memiliki kandungan berbahaya
BPOM sebelumnya sudah merilis daftar lima obat sirup yang mengandung EG, DEG dan EGBE melebihi ambang batas aman. Kelima obat itu adalah Termorex Syrup yang diproduksi PT Konimex, serta obat batuk dan flu merek Flurin DMP Syrup yang diproduksi PT Yarindo Farmatama. Sedangkan tiga obat lainnya diproduksi Universal Pharmaceutical Industries, yaitu obat batuk dan flu merek Unibebi Cough Syrup, obat demam merek Unibebi Demam Syrup, dan obat demam merek Unibebi Demam Drops.
PT Konimex telah membantah temuan BPOM tersebut. Badan Pengawas kemudian memeriksa ulang sampel produk Konimex pada batch berbeda. Hasilnya, BPOM menyatakan hanya menarik peredaran produk Konimex pada batch yang awal diteliti dan menyatakan produk pada batch lainnya aman.
Selanjutnya, produsen mengubah komposisi tanpa izin
Soal kandungan berbahaya dalam obat sirup yang beredar, Penny menjelaskan adanya perubahan komposisi yang dilakukan oleh produsen. Perubahan komposisi itu, menurut dia, tak dilaporkan kepada BPOM.
Masalahnya, bahan baku baru yang digunakan oleh si produsen obat tak memiliki sertifikasi farmasi. Penny bahkan mensinyalir produsen obat telah melakukan hal ini sejak awal pandemi Covid-19.
“Sejak pandemi ini mereka mengubah pemasok mereka menjadi pemasok bahan kimia. Sehingga bahan baku produk mereka banyak yang bukan berstandar sertifikasi farmasi,” kata dia.
Soal dugaan adanya tindak pidana dalam kasus ini, Penny menyerahkannya kepada aparat kepolisian.
Polisi masih menyelidiki dugaan adanya tindak pidana
Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Dedi Prasetyo, menyatakan bahwa tim penyidik saat ini masih menyelidiki dugaan adanya tindak pidana dalam kasus ini. Menurut dia, tim masih mengumpulkan dan menganalisa bukti-bukti yang diperoleh.
Jika ditemukan adanya indikasi tindak pidana, tim nantinya akan meningkatkan kasus ini dari penyelidikan ke penyidikan.
“Jika sudah cukup, akan dinaikkan dari lidik ke sidik,” kata Dedi.
Sementara Kementerian Kesehatan menyatakan jumlah kasus gagal ginjal akut pada anak semakin bertambah. Hingga Kamis, 27 Oktober 2022, menurut mereka, terdapat 269 pasien dengan 58 persen atau 157 di antara meninggal. Sebanyak 24 persen atau 73 anak masih menjalani perawatan, dan 39 persen atau 14 anak dinyatakan sembuh.