Tagarsurabaya.com – DPR RI serta pemerintah kesimpulannya mengesahkan Rancangan Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (RKUHP) jadi undang- undang dalam rapat Paripurna yang diselenggarakan di lingkungan parlemen, Selasa (6/12).
Dengan demikian beleid hukum pidana terkini itu hendak mengambil alih KUHP yang ialah peninggalan kolonialisme Belanda di Indonesia.
” Kami menanyakan kembali kepada segala partisipan persidangan apakah Rancangan Kitab Undang- Undang Hukum Pidana bisa disetujui buat disahkan jadi undang- undang?,” ucap Wakil Pimpinan DPR Sufmi Dasco Ahmad sebagai pimpinan rapat Paripurna hari ini.
” Sepakat! jawab partisipan.
Kemudian, Sufmi Dasco mengetukkan palu selaku ciri sahnya RKUHP jadi undang- undang. Berikutnya, KUHP terkini itu diserahkan ke pemerintah buat diteken Presiden RI Joko Widodo( Jokowi) serta diberi no buat masuk ke dalam lembar negeri.
Selaku data, paripurna buat pengesahan yang terus tertunda semenjak mendekati akhir masa bakti DPR periode 2014- 2019 sebab gelombang aksi itu dikebut walaupun masih banyak pasal yang dinilai publik bermasalah ataupun kontroversial.
Agenda pengesahan RKUHP pada paripurna hari ini berlangsung sepekan sehabis keputusan tingkatan I diambil bersama pemerintah dalam rapat di Komisi I DPR pada 24 November kemudian, serta berbilang hari semenjak draf resminya disebar ke publik jelang akhir minggu kemudian.
Komisi III DPR lebih dahulu sudah menyetujui RKUHP dibawa ke Paripurna buat disahkan jadi undang- undang. Keputusan itu diambil dalam rapat keputusan tingkatan I yang diselenggarakan bersama pemerintah pada 24 November kemudian.
Tetapi, beberapa golongan publik dari mulai jurnalis, praktisi hukum, sampai aktivis HAM serta mahasiswa masih memandang modul dalam draf Rancangan Kitab Undang- Undang Hukum Pidana( RKUHP) masih kacau serta muat pasal- pasal bermasalah.
Berikut sebagian pasal yang dinilai publik bermasalah serta dapat menuju ke kriminalisasi dalam draf RKUHP dalam naskah RKUHP terkini per 30 November 2022 yang diakses dari halaman https:// peraturan. go. id/ site/ ruu- kuhp. html.
- Penghinaan Terhadap Presiden
Draf RKUHP pasal 218 ayat( 1) melaporkan kalau tiap orang yang di muka universal melanda kehormatan ataupun harkat serta martabat diri presiden serta/ ataupun wapres dipidana dengan pidana penjara optimal 3 tahun ataupun denda sangat banyak Rp200 juta.
Setelah itu pada Pasal 218 ayat( 2) melaporkan kalau perihal tersebut tidak berlaku bila perbuatan dicoba buat kepentingan universal ataupun pembelaan diri.
Pada bagian uraian Pasal 218 ayat( 2) dinyatakan kalau perihal yang diartikan dengan dicoba buat kepentingan universal merupakan melindungi kepentingan warga yang diungkapkan salah satunya melalui aksi unjuk rasa ataupun demonstrasi, kritik ataupun komentar yang berbeda dengan kebijakan presiden serta/ ataupun wakil presiden.
Aksi ataupun kebebasan berekspresi itu juga diberi embel- embel bertabiat konstruktif.
- Pasal Makar
Pasal 192 melaporkan kalau tiap orang yang melaksanakan makar dengan iktikad biar sebagian ataupun segala daerah NKRI jatuh kepada kekuasaan asing ataupun buat memisahkan diri dari NKRI dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, ataupun pidana penjara optimal 20 tahun.
Pasal 193 ayat( 1) mengendalikan tiap orang yang melaksanakan makar dengan iktikad menggulingkan pemerintah, dipidana dengan pidana penjara sangat lama 12 tahun.
Sedangkan itu, Pasal 193 ayat( 2) melaporkan pemimpin ataupun pengatur makar dipidana dengan pidana penjara optimal 15 tahun.
- Penghinaan Lembaga Negara
Draf RKUHP pula masih mengendalikan ancaman pidana untuk penghina lembaga negeri semacam DPR sampai Polri. Syarat itu tercantum dalam Pasal 349. Pasal tersebut ialah delik aduan.
Pada ayat 1 disebutkan, tiap orang di muka universal dengan lisan ataupun tulisan menghina kekuasaan universal ataupun lembaga negeri, bisa dipidana sampai 1, 5 tahun penjara. Ancaman pidananya dapat diperberat bila penghinaan menimbulkan kerusuhan.
Pasal 350, pidana dapat diperberat sampai 2 tahun bila penghinaan dicoba melalui media sosial. Sedangkan, yang diartikan kekuasaan universal ataupun lembaga negeri dalam RKUHP ialah DPR, DPRD, Kejaksaan, sampai Polri. Beberapa lembaga itu wajib dihormati.
- Pidana Demo Tanpa Pemberitahuan
Draf RKUHP ikut muat ancaman Pidana ataupun denda untuk penyelenggara demonstrasi tanpa pemberitahuan. Perihal itu tertuang dalam Pasal 256.
Pasal ini dikritik sebab dapat dengan gampang mengkriminalisasi serta membungkam kebebasan berkomentar. Koalisi warga sipil berkata, pada praktiknya polisi sering mempersulit izin demo.
- Kabar Bohong
RKUHP mengendalikan soal penyiaran, penyebarluasan kabar ataupun pemberitahuan yang diprediksi bohong. Pasal ini, bisa menyasar pers ataupun pekerja media.
Pada Pasal 263 Ayat 1 dipaparkan kalau seorang yang menyiarkan ataupun memberitahukan kabar ataupun pemberitahuan sementara itu diketahuinya kalau kabar ataupun pemberitahuan tersebut bohong yang menyebabkan kerusuhan bisa dipenjara sangat lama 6 tahun ataupun denda Rp500 juta.
” Tiap Orang yang menyiarkan ataupun memberitahukan kabar ataupun pemberitahuan sementara itu diketahuinya kalau kabar ataupun pemberitahuan tersebut bohong yang menyebabkan kerusuhan dalam warga, dipidana dengan pidana penjara sangat lama 6( 6) tahun ataupun pidana denda sangat banyak jenis V,” demikian bunyi Pasal 263 Ayat 1.
Setelah itu pada ayat selanjutnya dikatakan tiap orang yang menyiarkan ataupun memberitahukan kabar ataupun pemberitahuan, sementara itu pantas diprediksi kabar bohong serta bisa merangsang kerusuhan dipidana dengan pidana penjara sangat lama 4 ataupun denda Rp200 juta.
Lebih lanjut, RKUHP terkini pula muat syarat penyiaran kabar yang dikira tidak tentu serta kelewatan. Seorang yang membuat serta menyebarkan kabar tersebut bisa dipenjara 2 tahun ataupun denda sangat banyak Rp10 juta. Perihal itu tertuang dalam pasal 264.