Wujudkan Surabaya Zero Putus Sekolah

Tagarsurabaya.com – Rasa kemanusiaan Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya Reni Astuti terpantik ketika berkunjung ke rumah Khusnul Afwar, Senin (3/7). Anak Khusnul sudah putus sekolah akibat kondisi ekonomi.

Saat Reni datang ke rumah Khusnul Afwar, dia disambut haru Khusnul Afwa, istri, dan anaknya, Abi Arfiansyah. Abi Arfiansyah seharusnya kini sudah naik kelas XII SMA. Namun, biaya dan kondisi ekonomi memaksanya putus sekolah sejak dua tahun lalu.

Rumah Khusnul Afwar begitu sederhana. Tak ada perabot bagus di dalamnya. Afwar hanya pekerja serabutan. Istrinya membuka toko jajanan kecil-kecilan yang modalnya didapat dari hasil meminjam bank keliling.

’Terpaksa putus sekolah karena kondisi ekonomi, Bu. Anak saya tidak diterima di SMA negeri. Untuk ke swasta, kami tak mampu. Kebutuhan sehari-hari saja kami tak selalu bisa mencukupi,’’ ungkap Afwar.

Berbeda tempat namun kondisi yang sama. Reni juga sempat mendatangi warga Bulak Banteng pada 10 Juni. Di sana, ada keluarga yang keempat anaknya terpaksa putus sekolah karena kemiskinan ekstrem. Reni melihat kondisi rumah yang hanya 2 x 3 m, hanya satu petak untuk ruang tamu, tempat tidur, dan dapur.

Fenomena putus sekolah itu kerap ditemui Reni setiap tahun ajaran baru. Reni khawatir, di tempat lain masih ada anak-anak dengan nasib serupa. Sebab, daya tampung sekolah negeri tak cukup banyak. Misalnya, lulusan SD terdapat 40.000 siswa, sedangkan daya tampung SMP negeri hanya 20.000.

Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya Reni Astuti. (DPRD Surabaya untuk JawaPos)

’’Di kota yang sebesar dan semaju ini, masih saja ada anak putus sekolah. Sesuai amanah konstitusi UUD 1945, bahwa fakir miskin dan anak telantar dipelihara oleh negara,’’ ujar Reni.

Hal itu mendorongnya langsung datang ke rumah Khusnul Afwar. Sebagai lembaga legislatif, dia merasa terpanggil.

Pejabat Kelurahan Harus Proaktif Data Warga

Reny mengatakan, zero putus sekolah harus terwujud di Surabaya. Terlebih, Kota Surabaya memiliki visi besar. Yakni, gotong royong menuju Surabaya Kota Dunia yang Maju, Humanis, dan Berkelanjutan.

’’Dengan visi besar itu, jika masih ada anak putus sekolah, sangat ironis. Itu tentu tidak humanis,’’ ungkap Reni.

Soal pendidikan sudah tercantum dalam Perda No 16 Tahun 2012 tentang penyelenggaraan pendidikan di Surabaya yang wajib belajar 12 tahun. Lewat perda itu, Pemkot Surabaya memiliki kewajiban untuk memperhatikan pendidikan anak- anak. Meski tingkat SMA dan SMK dikelola Pemprov Jatim, pemkot masih punya tanggung jawab.

Reni mengakui, pemkot sudah menunjukkan atensinya pada anak tingkat SMA atau SMK. Mereka yang berasal dari keluarga miskin diberi bantuan beasiswa Pemuda Tangguh. Pemkot menyalurkan bantuan Rp 200 ribu per bulan serta seragam dan sepatu. Bantuan itu berasal dari APBD Kota Surabaya.

’Tapi, untuk sekolah swasta, masih ada biaya lain yang tak bisa tercukupi dengan bantuan Rp 200 ribu itu. Hal ini menyulitkan warga miskin untuk bisa memberikan pendidikan yang berkualitas kepada anak- anaknya,’’ ungkap Reni.

Terkait hal itu, Reni mendorong Pemkot Surabaya berkoordinasi dengan Pemprov Jatim untuk memastikan anak-anak di Surabaya mendapat pendidikan berkualitas. Jangan sampai ada berita tentang pemkot membantu siswa yang ijazahnya ditahan, siswa yang tidak bisa ikut ujian, atau tidak bisa ambil rapor. Itu semua, kata Reni, merupakan hilir. Pemkot harus bisa mengatasi masalah di hulunya.

’’Harus ada sistem untuk memperbaiki hulu. Kalau di Surabaya ada kategori pramiskin, miskin, dan miskin ekstrem. Sebenarnya lewat kategori itu, pemkot sudah bisa memantau warga miskin yang anaknya masuk SMP atau SMA. Untuk hal itu, pejabat daerah atau kelurahan harus proaktif melihat warganya. Didata siapa yang kesulitan, lalu dikoordinasikan dengan pemkot,’’ tutur Reni.

Anak putus sekolah juga bisa menjadi ancaman bagi masa depan keluarga. Anak yang tidak punya aktivitas pendidikan rentan terpapar hal-hal negatif. Seperti narkoba dan kriminalitas. Terlebih, mereka berasal dari keluarga miskin yang tak mampu memberikan fasilitas untuk menyalurkan hobi serta menumbuhkan potensi diri. Maka, kehidupan mereka tidak akan berkualitas.

’’Lagi pula, pendidikan adalah salah satu kebutuhan dasar yang dijamin negara. Maka, pemkot sebagai lembaga yang berwenang harus menjamin hal itu,’’ ujar Reni.

Reni mengatakan, ke depan, dia tak ingin ada air mata ibu-ibu yang mengalir karena melihat anaknya tak mampu melanjutkan sekolah. Reni ingin seluruh warga mendapat jaminan pendidikan. Dengan begitu, kehidupan mereka juga semakin berkualitas. Visi Surabaya untuk menjadi kota dunia pun dapat terwujud.

’Jika ada anak Surabaya tanggal 17 Juli belum bisa masuk sekolah, baik SD, SMP, SMA, maupun SMK karena biaya, saya Reni Astuti, pimpinan DPRD Surabaya, akan mengunjungi rumahnya,’’ imbuhnya. 

Sumber : jawapos.com

Baca Juga : Demo Tolak Paripurna RUU Kesehatan di DPR

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *